Ketum PDKN : Pernyataan Presiden Jokowi Terkait Inflasi Aman Tidak Memperhitungkan Faktor Moneter
Nusakini.com--Tangerang Selatan--Dr. Rahman Sabon Nama Ketua Umum Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN) mencermati pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo 16 Agustus 2022 di depan sidang paripurna DPR yang menyatakan bahwa inflasi 3,85 % masih aman.
Basicly, kata Rahman, dia mengapresiasi pernyataan Joko Widodo bahwa perhitungan angka inflasi titik beratnya tidak hanya pada sektor riil yaitu menyangkut perubahan harga kebutuhan pokok dan barang. "Tatapi justru faktor terkuat penyebab inflasi adalah moneter," ujarnya.
Pencermatan itu dikemukakan Rahman, Rabu tadi, usai menerima kunjungan silaturahmi YM Kanjeng Senopati Cucu Buyut Raja Keraton Solo Surakarta Hadiningrat Pakubowono X bersama Sultan Demak YM Kanjeng Suryo Alam dan YM Raja Subur Sembiring di kediamnya Komplek Sarana Indah Permai, Ciputat , Kota Tangerang Selatan.
Rahman yang juga Ketua Umum APT2PHI (Asodiasi Pedagang dan Tani Tanaman Pangan & Holtikutura Indonesia) mengemukakan bahwa inflasi akibat depresiasi nilai rupiah tertekan terhadap valuta asing harus menjadi perhatian utama yaitu kenaikan harga barang impor menyebabkan harga-harga barang di dalam negeri terkerek naik.
Faktor penyebabnya, kata dia, harga barang dan jasa naik lantaran untuk menghasilkan barang dibutuhkan bahan baku impor, sementara biaya impor mahal karena nilai rupiah terhadap valuta asing mengalami depresiasi.
“Perhari ini, 17 Agustus 2022, rupiah tertekan hingga Rp 14.500 per $USD. Juga, neraca perdagangan kita akhir-akhir ini tidak selalu surplus. Hemat saya faktor utama penyebab inflasi adalah dari sektor moneter yang tidak diimbangi dengan sektor riil karena kapasitas produksi tidak meningkat secara proporsional,“ urai Rahman.
Dari berbagai pengamatan lapangan yg dilakukan pria asal NTT ini, kontribusi pangan khususnya beras terhadap angka inflasi menurun karena kuatnya harga beras terhadap komoditas lain ikut berpengaruh.
Karena itu, dia menyarankan agar Presiden Joko Widodo terus menjaga stabilisasi harga beras, karena komoditi beras menjadi bagian strategis yang harus menjadi perhatian khusus karena menjadi bagian strategis dari stabilisasi ekonomi.
Rahman mengingatkan pada pemerintah bahwa di Hari Ulang Tahun RI 77 ini pemerintahan Joko Widodo telah mengukir sejarah rekor hutang Indonesia mencapai Rp. 7.000 Triliun. Yaitu, dari utang dalam bentuk sertifikat SBN (Surat Berharga Negara) Rp 4.934 triliun; sertifikat SBN dalam bentuk valas Rp 1.241 triliun, dan Pinjaman LN dan DN Rp 826 triliun.
Pemerintah, kata Rahman, harus punya uang untuk membayar bunga bank sebesar Rp 405 triliun setara 20% dari APBN. “Cicilan pokok Rp 443 triliun (20% juga dari APBN). Artinya, pemerintah harus memotong 40% APBN untuk membayar bunga dan cicilan pokok hutang Rp 843 Triliun,” ungkapnya.
Defisit anggaran berjalan, kata cucu pahlawan Adipati Kapitan Lingga Ratu Loli ini, juga berkurangnya pasokan uang akan berdampak pada inflasi yang tidak diperhitungkan pemerintah.(rilis)